Monday, December 14, 2015

Kekuatan Media Massa “ Televisi “ Yang Disalahgunakan Untuk Kepentingan Partai Politik

Jelang pemilihan umum presiden (Pilpres), persaingan antara pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa semakin tinggi. Kedua pasangan itu juga sama-sama dapat dulungan dari pengusaha media yang merangkap pimpinan partai politik. Dan Joko Widodo dan Prabowo Subianto memanfaatkan media televisi dan frekuensi publik sebagai sarana yang ampuh untuk berkampanye, menurut  www.poskotanews.com Hal tersebut sangat tampak jelas jika kita sebagai konsumen siaran tersebut / audience membandingkan antara stasiun televisi TV ONE dengan Metro TV. Isi informasi berita yang disiarkan memiliki perbedaan yang sangat berpihak pada masing-masing kandidat pemilu. KPI melihat fenomena keberpihakan lembaga penyiaran terhadap kelompok tertentu ini bisa berdampak serius terhadap tingkat eskalasi dukungan dari masyarakat yang sudah terbelah. KPI khawatir masyarakat bisa terprovokasi dengan pemberitaan di televisi dan dikhawatikan sentimen negatif bisa meningkat dan timbul perselisihan antara para pendukung capres dan cawapres.
Gebyar kampanye pemilu cukup semarak. Suatu modus baru kampanye adalah “kampanye dialogis” yang kerap ditayangkan TV, baik secara live ataupun sekedar rekamannya. Disebut kampanye dialogis karena ada dialog antara komunikator politik (tokoh partai politik) dengan khalayak, kendatipun sebagian besar atau seluruh hadirin yang tampak pada layar TV adalah kader, anggota atau simpatisan partai peserta pemilu atau kandidat politik yang berkampanye. Beberapa tayangan dialog tersebut tampak alamiah, dengan tanya jawab yang spontan. Namun sebagian acara menunjukan kesan bahwa kampanye dialogis tersebut direkayasa; skenarionya telah ditetapkan, sehingga pertanyaan-pertanyaan yang diajukan khalayak tampak tidak spontan (mulyana,2013:31). Ditambah dengan adanya siaran berita yang tidak adil dan proporsional dalam rangka kampanye pemilu 2014. Seperti ditulis pada www.harianaceh.co bahwa Pemberitaan stasiun televisi nasional TVOne dinilai melakukan pembohongan publik, lewat pemberitaannya selama masa pemilihan presiden (pilpres), telah memicu Teuku Kemal, pemuda asal Lhokseumawe, Aceh membuat petisi untuk menuntut pencabutan izin siaran televisi milik Aburizal Bakrie itu. “Seruan ini kami lakukan sebagai tanggung jawab warga negara untuk mendapatkan informasi yang sehat dan benar. Untuk itu, kami menyerukan mencabut izin penyiaran TV One karena televisi yang menggunakan frekuensi berjaringan itu, terbukti secara sistematis, terencana, sporadis, dan cukup lama menyebarkan kabar bohong, propaganda, dan fitnah yang bisa mengarah kepada perpecahan nasional,” kata Kemal dalam petisinya. (N.N, 2014)
Hal diatas memiliki efek yang cukup signifikan bagi audiens,  melihat bahwa televisi sebagai salah satu media komunikasi massa merupakan media yang mempunyai dampak yang besar terhadap audiens. Televisi memiliki sejumlah kelebihan terutama kemampuannya dalam menyatukan antara fungsi audio dan visual, ditambah dengan kemampuannya dalam memainkan warna. Penonton leluasa menentukan saluran mana yang mereka senangi.Selain itu, TV juga mengatasi jarak dan waktu sehingga penonton yang tinggal di daerah-daerah terpencil dapat menikmati siaran TV. Pendek kata TV membawa bioskop ke dalam rumah tangga, mendekatkan dunia yang jauh ke depan mata tanpa perlu membuang waktu dan uang untuk mengunjungi tempat-tempat tersebut. Penonton leluasa menentukan saluran mana yang mereka senangi (Cangara, 1998 : 135)
Berikut kutipan dari www.kompasiana.com Adapun kelebihan televisi adalah :bersifat audio visual. Artinya televisi dapat memadukan suara dan gambar yang bergerak sehingga dapat menarik perhatian audiens. Dalam hal ini televisi mengadopsi radio dan film. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa 75% pengetahuan manusia didapat dengan menggunakan indera penglihatan atau mata, 13% dari telinga, dan sisanya menggunakan indera lain. Inilah yang membuat pengetahuan yang didapat dari televisi lebih berbekas di memori audiens. Televisi dan radio merupakan media yang paling efektif bagi Partai Politik (Parpol) peserta Pemilu untuk memperkenalkan dan menyosialisasikan visi, misi dan programnya kepada masyarakat pemilih. Dalam perspektif ini, media penyiaran wajib mengedepankan unsur-unsur perlindungan publik, pengembangan citizen journalism dalam program siarannya sebagai bentuk ekspresi keterbukaan, jujur, objektif, adil, berimbang, dan transparan. Hampir setiap hari kita disuguhi tayangan televisi tentang berbagai kasus suap, korupsi, penyelewengan, serta penyalahgunaan jabatan. Banyaknya kasus tersebut menimpa para pemimpin kita di eksekutif, legislatif, dan yudikatif, mengindikasikan betapa sulitnya mendapatkan pemimpin yang bersih dan jujur. Seakan sudah tidak zamannya lagi ada pemimpin yang bersih dan jujur.
Tayangan di televisi mulai banyak diisi oleh siaran bernada kampanye politik. Ada yang terang-terangan menampilkannya dalam bentuk berita, ada juga yang terselubung dalam bentuk iklan hingga kuis. Dalam hal ini saya mengangkat 2 kasus, yang pertama adalah adanya kuis berhadiah pada stasiun televisi RCTI, yang menurut saya merupakan kuis terselubung. Karena lebih menekankan propaganda yang ada didalamnya. Kuis tersebut cenderung lebih bertujuan untuk melakukan kampanye kandidat pasangan calon. Berikut kutipan dari www.tribunnews.com ,Pengguna media sosial, termasuk Twitter dan Kaskus, ramai membicarakan kuis kebangsaan Win-HT, Selasa (10/12/2013). Kuis ini diduga telah diatur  atau diseting, setelah beberapa peserta melontarkan jawaban sebelum pembawa acara mengajukan pertanyaan. Kuis yang ditayangkan secara langsung di RCTI ini dikatakan bertujuan untuk menguji wawasan dan pengetahuan warga tentang Indonesia, baik sejarah, geografi, Pancasila, pengetahuan umum, dan informasi terkini lainnya. Kuis ini disponsori oleh pasangan kandidat calon presiden-calon wakil presiden Wiranto-Hary Tanoesudibjo yang diusung oleh Partai Hanura. Setiap peserta diminta mengucapkan kata kunci (password) kuis, yaitu "Bersih, Peduli, Tegas". Kata kunci ini merupakan salah satu jargon yang diusung Wiranto-Hary Tanoe. Setiap peserta yang mampu menjawab pertanyaan dengan benar mendapat hadiah, seperti kamera, dispenser, dan lainnya.
Dalam sebuah video yang diunggah di Twitter dan Kaskus, seorang warga bernama Syaifudin dari Trenggalek, Jawa Timur, melontarkan jawaban, "A. Istana Maimun." Padahal, Syaifuddin belum memilih pertanyaan yang diajukan. "Huruf apa pak? Bukan, pak. Ini dia nih. Bapak boleh pilih dulu huruf (W, I, N, H, T) yang ada di sebelah saya. Silakan," kata Tifanny, pembawa acara, seraya menunjukkan pilihan huruf yang dapat dipilih Syaifudin. Syaifudin pun terdengar kebingungan, dan sempat berujar, "Ooh..." Setelah berpikir sejenak, Syaifudin pun akhirnya memilih pertanyaan yang berada di balik huruf "H". Setelah itu, Syaifudin pun diajukan pertanyaan sebagai berikut: "Istana yang menjadi salah satu ikon Kota Medan dan dibangun pada tahun 1888 adalah?" Di bawah pertanyaan, ada tiga pilihan, yaitu: A. Istana Maimun; B. Gedung Sate; C. Museum Gajah.
Syaifudin pun kembali mengulang jawaban: "A. Istana Maimun", dan dinyatakan benar. Ada lagi kejadian lucu lainnya. Seorang warga dari Medan bernama Yoel pun sempat kebingungan mengikuti kuis ini. Sebelum mendapatkan pertanyaan, Yoel langsung melontarkan jawaban, "A. MT Haryono." Akhirnya, pembawa acara pun mengingatkan Yoel untuk memilih pertanyaan terlebih dahulu. Yoel pun sempat memilih huruf "A". Padahal, di layar kaca, tak ada huruf A. Huruf yang tersedia adalah W, I, N, H, T. Akhirnya, Yoel memilih huruf "W". Pertanyaan pun diajukan: "Selain Ahmad Yani, siapa yang termasuk dalam 7 pahlawan revolusi?" Selanjutnya, terpampang tiga pilihan, yaitu: A. MT Haryono; B. Gatot Subroto; C. Selamet Riyadi. Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi pun sempat mengomentari kuis tersebut melalui akun Twitter-nya, @BurhanMuhtadi. "HaHaHa lucu banget :)" kicaunya. Begitu pula Leksa, melalui akun Twitter-nya, @leksa. "Haha. Udh kampanye pake kuis, setingan pula. Eh ketahuan lagi :))"
Tak hanya Twitter, acara ini juga dibicarakan di situs Kaskus. Seorang kaskuser dengan akun momod.palsu pun melontarkan kritik terhadap kuis ini. "Baru bakal calon aja kampanye pembohongan publik lagian ngebet amat sih mau jadi pemimpin negara mana yang punya tuh tipi gonta-ganti partai lagi percuma ngabis-nagbisin duit buat kampanye ga bakal kepilih loh." Kaskuser lainnya, valach, pun menimpalinya. "Dari awal ane udah tau klo orientasi acara ini memang bukan kuis tp kampanye! awalnya aja udah tipu2 apalagi ntar klo udah jadi." Begitu pula kaskuser berakun SaintBuster. "Belum jadi presiden aja dah bikin acara yang nipu rakyat. Gimana kalo dah jadi?" Saat ini, video Kuis Kebangsaan terkait telah dihapus di Youtube. (N.N, 2013)
Menurut tulisan dari www.kpi.go.id Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melayangkan surat teguran ke Metro TV dan TV One terkait pelanggaran atas perlindungan kepentingan publik dan netralitas dalam isi program siaran jurnalistik pada pemberitaan tentang pasangan Capres dan Wapres peserta Pilpres 2014 mendatang, Senin, 9 Juni 2014. KPI menilai kedua jenis pelanggaran tersebut berdasarkan jumlah durasi, jumlah frekuensi, dan tone (kecenderungan) pemberitaan untuk mengetahui implementasi dari prinsip-prinsip program siaran jurnalistik, khususnya prinsip adil dan berimbang pada obyek pemberitaan.
Ketua KPI Pusat Judharisawan, mengatakan ke dua stasiun televisi telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran KPI Tahun 2012 Pasal 11 dan Pasal 22 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 40 huruf a dan Pasal 71 ayat (1),(2) dan (3). “Kami menemukan pelanggaran di TV One pada tanggal 4 Juni 2014. Kami juga menemukan pelanggaran yang sama pada tanggal 2 dan 3 Juni 2014. Sedangkan di Metro TV kami melihat pelanggaran pada tanggal yang sama dengan TV One,” jelasnya. Menurut Judha, KPI Pusat telah mengirimkan surat peringatan No.1225/K/KPI/05/14 pada tanggal 30 Mei 2014 kepada lembaga penyiaran termasuk TV One dan Metro TV agar memperhatikan netralitas isi siaran yang telah diatur dalam Pasal 36 ayat (4) UU Penyiaran, Pasal 14 ayat (4) PP 50 Tahun 2005 serta prinsip-prinsip jurnalistik yang telah diatur dalam P3 dan SPS. 
Selain itu, lanjut Judha, KPI dan Dewan Pers pada tanggal 2 Juni 2014 telah mengirimkan pernyataan bersama tentang independensi media penyiaran yang di dalamnya menyampaikan adanya temuan indikasi pelanggaran prinsip-prinsip independensi dan kecenderungan memanfaatkan berita untuk kepentingan kelompok tertentu di stasiun televisi. Dalam kesempatan itu, Ketua KPI Pusat meminta kepada Metro TV dan TV One untuk tidak melakukan pelanggaran kembali mengingat KPI telah melakukan berbagai upaya agar seluruh lembaga penyiaran mematuhi  peraturan perundang-undangan dan P3 dan SPS khususnya dalam hal menjaga perlindungan kepentingan publik dan netralitas isi siaran. Ditegaskan juga dalam surat teguran ke kedua stasiun televisi tersebut bahwa KPI Pusat akan merekomendasikan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk melakukan evaluasi atas Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) masing-masing lembaga penyiaran jika ditemukan kembali pelanggaran (RG, 2014).
Senada dengan KPI, organisasi jurnalis lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mendesak pemilik televisi untuk menggunakan frekuensi publik yang dipercayakan kepada mereka secara adil. "Bagaimana TVOne melakukan pembelaan habis-habisan kepada capres nomor satu Prabowo dan Metro TV kepada Jokowi nomor urut dua ini yang paling keliatan head to head," kata Sekjen AJI Suharjono."Frekuensi tersebut adalah milik publik yang dipercayakan kepada pemilik lembaga televisi." "Kami mendesak ke KPI agar memberikan peringatan yang sangat keras agar menindak televisi yang menggunakan frekuensi publik untuk kampanye, untuk pembentukan opini, propaganda, dan mobilisasi pendapat masyarakat." "Ini yang kami kutuk dan protes keras kepada para pemilik televisi dan juga KPI," papar Suharjono. Menurut dia, dua kubu yang sekarang maju dalam pilpres menggunakan televisi untuk penggalangan opini secara masif. "Dalam 24 jam mereka terus menerus menyiarkan calonnya, memberikan opini yang bagus kepada yang didukung dan jelek kepada lawannya. "Ini membodohi masyarakat dan pemirsa, seakan-akan hanya calon itu yang mereka anggap paling benar, paling layak dipilih," tambahnya. Masyarakat seharusnya mendapat informasi yang sama atas dua calon sehingga pendidikan politik bisa terjadi, kata dia. "Agar masyarakat bisa memilih mana loyang dan mana emas."
Dian Paramita, warga Yogyakarta yang juga ikut membuat petisi untuk TVOne, mengatakan di negara demokrasi, penyebaran berita atau informasi sangat penting untuk kebutuhan masyarakat dalam menentukan pilihan politiknya. Dalam prosesnya, masyarakat memiliki kebebasan memperoleh berita atau informasi yang benar dan berhak menyampaikan pendapatnya. Pihak media massa juga memilki kebebasan mencari dan menyebarkan berita atau informasi. Namun, karena sebuah media massa memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan pendapat, sikap, dan perilaku masyarakat, maka media massa wajib bertanggung jawab dalam melaksanakan fungsinya sesuai peraturan undang-undang. “Akan tetapi, sebagai media massa yang menyebarkan berita menggunakan frekuensi milik rakyat, TVOne telah menyebarkan beberapa berita yang tak akurat dan cenderung misleading,” katanya
Menurut www.bbc.com Berdasarkan data Komisi Penyiaran Indonesia, sepanjang periode 19-25 Mei saja, Metro TV yang dimiliki oleh politisi Partai Nasdem Surya Paloh, menyiarkan 184 kali berita tentang pasangan capres nomor dua Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan durasi total 3.577 detik. Sementara itu, berita tentang Prabowo-Hatta hanya diputar 110 kali dengan durasi 14.561 detik. Sebaliknya pada periode yang sama TVOne yang dimiliki oleh politisi Golkar Aburizal Bakrie menyiarkan 153 kali pemberitaan tentang Prabowo-Hatta dengan durasi 36.561 detik. Pemberitaan tengang Joko Widodo-Jusuf Kalla hanya ada 77 kali dengan durasi 10.731 detik. Padahal sudah jelas tertulis di Hukum Penyiaran yaitu pada UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN, BAB XXV TENTANG SIARAN PEMILIHAN UMUM DAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH. Pasal 35 ayat 1 yaitu Lembaga penyiaran wajib menyediakan waktu yang cukup bagi peliputan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah, ayat 2 yaitu Lambaga penyiaran wajib bersikap adil dan proporsional terhadap para peserta Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah, ayat 3 yaitu Lembaga penyiaran dilarang bersikap partisan terhadap salah satu peserta pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah, ayat 4 yaitu Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan program siaran yang dibiayai atau disponsori oleh peserta pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah (Judhariksawan,2010 :209)
Dengan melihat semua penjelasan dan contoh kasus yang saya paparkan, dapat dimenegerti bahwa sebenarnya sudah ada dan jelasnya Lembaga yang bertujuan untuk mengatur hukum penyiaran tersebut. Pada langkah praktiknya masih banyak stasiun televisi yang melanggar, lantas apa yang menjadi penyebab hal tersebut masih saja terjadi ? Berikut merupakan salah satu kutipan dari www.harianaceh.co , Di tahun politik ini, banyak wartawan yang merasa terjebak antara mengikuti titah redaksional yang cenderung partisan dan naluri sebagai wartawan independen. Kebanyakan akhirnya memilih pragmatis, seperti yang disampaikan seorang karyawan televisi yang tidak mau disebut namanya, "Kami bekerja sebagai karyawan dan bukan wartawan." Mengomentari dilema antara kepentingan politik pemilik dan idealisme wartawan yang setia dengan etika jurnalistik, Imam Wahyudi dari Dewan Pers mengingatkan agar insan media merawat kebebasan politik yang dinikmati sekarang. "Kebebasan pers bagi teman-teman yang hidup di zaman Orde Baru tentunya merasakan sendiri kebebasan pers ini harus kita jaga dan kita rawat, kalau hilang, maka kenikmatan yang kita rasakan sekarang ini hanya kenangan belaka," kata Imam. Ia mengatakan bahwa para pemilik media telah menandatangani Piagam Palembang empat tahun lalu tentang kode etik standar jurnalistik dan standar kompetisi wartawan. Ia juga menegaskan adanya standar perlindungan profesi wartawan yaitu pemilik atau manajemen media dilarang mendorong wartawannya membuat berita yang melanggar kode etik jurnalistik atau melanggar hukum, ketentuan ini sudah diratifikasi termasuk oleh pemilik TV yang ikut kontestasi politik dalam rangka menjaga kemerdekaan pers.
Dengan melihat hal tersebut kita dapat menangkap bahwa peran wartawan jaman sekarang cenderung lebih diatur oleh pemimpin mereka. Pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh seorang wartawan bahkan menjadi hak dari pimpinannya. Para wartawan yang bekerja tersebut tidak memiliki kekuatan untuk melawan pimpinan mereka, karena pada dasarnya mereka membutuhkan pekerjaan tersebut. Jika mereka tidak melakukan apa yang pimpinan mereka inginkan maka sangat mungkin mereka akan kehilangan pekerjaan. Menjadi seorang komunikan berita, kita harus menjadi komunikan yang aktif dan bijaksana dalam menanggapi apa yang media beritakan. Pada dasarnya media massa seperti televisi memiliki dampak yang besar/ efek komunikasi yang besar terhadap komunikannya. Yang dimaksud efek Komunikasi adalah berbagai perubahan yang timbul pada diri komunikan disebabkan terjadinya kegiatan komunikasi. Efek itu bisa berarti penambahan pengetahuan, peningkatan pengetahuan, perubahan sikap, perubahan tingkah laku, timbulnya kekacauan, prestise, peningkatan prestise, pemusatan suatu hal atau masalah, pendapat publik, pendapat umum, dan sebagainya. Komunikan sendiri yaitu orang yang menerima pesan (Pratikto, 1987 :27)

DAFTAR PUSTAKA

Mulyana Deddy. 2013. Komunikasi Politik. Bandung: Rosda
Cangara Hafied.1998. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Judhariksawan. 2010. Hukum Penyiaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Esvandi Dodi. 2013. Ramai di Twitter, Kuis Kebangsaan Win-HT di TV Ternyata Settingan http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2013/12/10/ramai-di-twitter-kuis-kebangsaan-win-ht-di-rcti-ternyata-setting-an?page=3 , diakses pada 9 Desember 2015.

Karana Pinta. 2014. Pilpres 2014: Ketika media jadi corong propaganda

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/07/140702_lapsus_media_bias , diakses pada 13 Desember 2015

Redaksi. 2014. Didukung Puluhan Ribu Orang, Petisi Cabut Izin TVOne Teuku Kemal Pasya http://www.harianaceh.co/read/2014/07/13/33564/didukung-puluhan-ribu-orang-petisi-cabut-izin-tvone-teuku-kemal-pasya , diakses pada 13 Desember 2015

Pratiwi Hyashinta. 2013. Kekuatan dan Kelemahan Televisi
http://www.kompasiana.com/hyashintaonen/kekuatan-dan-kelemahan-televisi_552e199c6ea83414398b45ed , diakses pada 13 Desember 2015

N.N. 2014. Siaran Beberapa TV Soal Pilpres Dikecam http://poskotanews.com/2014/05/26/siaran-beberapa-tv-soal-pilpres-dikecam/ , diakses pada 9 Desember 2015