Kekuatan
Media Massa “ Televisi “ Yang Disalahgunakan Untuk Kepentingan Partai Politik
Jelang pemilihan umum
presiden (Pilpres), persaingan antara pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan
Prabowo Subianto-Hatta Rajasa semakin tinggi. Kedua pasangan itu juga sama-sama
dapat dulungan dari pengusaha media yang merangkap pimpinan partai politik. Dan
Joko Widodo dan Prabowo Subianto memanfaatkan media televisi dan frekuensi
publik sebagai sarana yang ampuh untuk berkampanye, menurut www.poskotanews.com Hal tersebut sangat tampak jelas jika kita sebagai
konsumen siaran tersebut / audience membandingkan antara stasiun televisi TV
ONE dengan Metro TV. Isi informasi berita yang disiarkan memiliki perbedaan
yang sangat berpihak pada masing-masing kandidat pemilu. KPI melihat
fenomena keberpihakan lembaga penyiaran terhadap kelompok tertentu ini bisa
berdampak serius terhadap tingkat eskalasi dukungan dari masyarakat yang sudah
terbelah. KPI khawatir masyarakat bisa terprovokasi dengan pemberitaan di
televisi dan dikhawatikan sentimen negatif bisa meningkat dan timbul
perselisihan antara para pendukung capres dan cawapres.
Gebyar kampanye pemilu cukup
semarak. Suatu modus baru kampanye adalah “kampanye dialogis” yang kerap
ditayangkan TV, baik secara live ataupun sekedar rekamannya. Disebut kampanye
dialogis karena ada dialog antara komunikator politik (tokoh partai politik)
dengan khalayak, kendatipun sebagian besar atau seluruh hadirin yang tampak
pada layar TV adalah kader, anggota atau simpatisan partai peserta pemilu atau
kandidat politik yang berkampanye. Beberapa tayangan dialog tersebut tampak
alamiah, dengan tanya jawab yang spontan. Namun sebagian acara menunjukan kesan
bahwa kampanye dialogis tersebut direkayasa; skenarionya telah ditetapkan,
sehingga pertanyaan-pertanyaan yang diajukan khalayak tampak tidak spontan (mulyana,2013:31).
Ditambah dengan adanya siaran berita yang tidak adil dan proporsional dalam
rangka kampanye pemilu 2014. Seperti ditulis pada www.harianaceh.co bahwa Pemberitaan stasiun televisi nasional
TVOne dinilai melakukan pembohongan publik, lewat pemberitaannya selama masa
pemilihan presiden (pilpres), telah memicu Teuku Kemal, pemuda asal
Lhokseumawe, Aceh membuat petisi untuk menuntut pencabutan izin siaran televisi
milik Aburizal Bakrie itu. “Seruan ini kami lakukan sebagai tanggung jawab
warga negara untuk mendapatkan informasi yang sehat dan benar. Untuk itu, kami
menyerukan mencabut izin penyiaran TV One karena televisi yang menggunakan
frekuensi berjaringan itu, terbukti secara sistematis, terencana, sporadis, dan
cukup lama menyebarkan kabar bohong, propaganda, dan fitnah yang bisa mengarah
kepada perpecahan nasional,” kata Kemal dalam petisinya. (N.N, 2014)
Hal diatas memiliki efek
yang cukup signifikan bagi audiens, melihat bahwa televisi sebagai salah satu
media komunikasi massa merupakan media yang mempunyai dampak yang besar
terhadap audiens. Televisi memiliki sejumlah kelebihan terutama kemampuannya
dalam menyatukan antara fungsi audio dan visual, ditambah dengan kemampuannya
dalam memainkan warna. Penonton leluasa menentukan saluran mana yang mereka
senangi.Selain itu, TV juga mengatasi jarak dan waktu sehingga penonton yang
tinggal di daerah-daerah terpencil dapat menikmati siaran TV. Pendek kata TV
membawa bioskop ke dalam rumah tangga, mendekatkan dunia yang jauh ke depan
mata tanpa perlu membuang waktu dan uang untuk mengunjungi tempat-tempat
tersebut. Penonton leluasa menentukan saluran mana yang mereka senangi
(Cangara, 1998 : 135)
Berikut kutipan dari www.kompasiana.com Adapun kelebihan televisi adalah :bersifat audio
visual. Artinya televisi dapat memadukan suara dan gambar yang bergerak
sehingga dapat menarik perhatian audiens. Dalam hal ini televisi mengadopsi
radio dan film. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa 75% pengetahuan manusia
didapat dengan menggunakan indera penglihatan atau mata, 13% dari telinga, dan
sisanya menggunakan indera lain. Inilah yang membuat pengetahuan yang didapat
dari televisi lebih berbekas di memori audiens. Televisi dan radio merupakan
media yang paling efektif bagi Partai Politik (Parpol) peserta Pemilu untuk
memperkenalkan dan menyosialisasikan visi, misi dan programnya kepada
masyarakat pemilih. Dalam perspektif ini, media penyiaran wajib mengedepankan
unsur-unsur perlindungan publik, pengembangan citizen journalism dalam program
siarannya sebagai bentuk ekspresi keterbukaan, jujur, objektif, adil, berimbang,
dan transparan. Hampir setiap hari kita disuguhi tayangan televisi tentang
berbagai kasus suap, korupsi, penyelewengan, serta penyalahgunaan jabatan.
Banyaknya kasus tersebut menimpa para pemimpin kita di eksekutif, legislatif,
dan yudikatif, mengindikasikan betapa sulitnya mendapatkan pemimpin yang bersih
dan jujur. Seakan sudah tidak zamannya lagi ada pemimpin yang bersih dan jujur.
Tayangan di
televisi mulai banyak diisi oleh siaran bernada kampanye politik. Ada yang
terang-terangan menampilkannya dalam bentuk berita, ada juga yang terselubung
dalam bentuk iklan hingga kuis. Dalam hal ini saya mengangkat 2
kasus, yang pertama adalah adanya kuis berhadiah pada stasiun televisi RCTI,
yang menurut saya merupakan kuis terselubung. Karena lebih menekankan
propaganda yang ada didalamnya. Kuis tersebut cenderung lebih bertujuan untuk
melakukan kampanye kandidat pasangan calon. Berikut kutipan dari www.tribunnews.com
,Pengguna media sosial, termasuk Twitter dan Kaskus, ramai membicarakan kuis
kebangsaan Win-HT, Selasa (10/12/2013). Kuis ini diduga telah diatur atau
diseting, setelah beberapa peserta melontarkan jawaban sebelum pembawa acara
mengajukan pertanyaan. Kuis yang ditayangkan secara langsung di RCTI ini
dikatakan bertujuan untuk menguji wawasan dan pengetahuan warga tentang
Indonesia, baik sejarah, geografi, Pancasila, pengetahuan umum, dan informasi
terkini lainnya. Kuis ini disponsori oleh pasangan kandidat calon
presiden-calon wakil presiden Wiranto-Hary Tanoesudibjo yang diusung oleh Partai Hanura. Setiap
peserta diminta mengucapkan kata kunci (password) kuis, yaitu "Bersih,
Peduli, Tegas". Kata kunci ini merupakan salah satu jargon yang diusung Wiranto-Hary Tanoe. Setiap peserta yang mampu menjawab
pertanyaan dengan benar mendapat hadiah, seperti kamera, dispenser, dan
lainnya.
Dalam sebuah video yang diunggah di Twitter
dan Kaskus, seorang warga bernama Syaifudin dari Trenggalek, Jawa Timur,
melontarkan jawaban, "A. Istana Maimun." Padahal, Syaifuddin belum
memilih pertanyaan yang diajukan. "Huruf apa pak? Bukan, pak. Ini dia nih.
Bapak boleh pilih dulu huruf (W, I, N, H, T) yang ada di sebelah saya.
Silakan," kata Tifanny, pembawa acara, seraya menunjukkan pilihan huruf
yang dapat dipilih Syaifudin. Syaifudin pun terdengar kebingungan, dan sempat
berujar, "Ooh..." Setelah berpikir sejenak, Syaifudin pun akhirnya
memilih pertanyaan yang berada di balik huruf "H". Setelah itu,
Syaifudin pun diajukan pertanyaan sebagai berikut: "Istana yang menjadi
salah satu ikon Kota Medan dan dibangun pada tahun 1888 adalah?" Di bawah
pertanyaan, ada tiga pilihan, yaitu: A. Istana Maimun; B. Gedung Sate; C.
Museum Gajah.
Syaifudin pun kembali mengulang jawaban:
"A. Istana Maimun", dan dinyatakan benar. Ada lagi kejadian lucu
lainnya. Seorang warga dari Medan bernama Yoel pun sempat kebingungan mengikuti
kuis ini. Sebelum mendapatkan pertanyaan, Yoel langsung melontarkan jawaban,
"A. MT Haryono." Akhirnya, pembawa acara pun mengingatkan Yoel untuk
memilih pertanyaan terlebih dahulu. Yoel pun sempat memilih huruf
"A". Padahal, di layar kaca, tak ada huruf A. Huruf yang tersedia adalah
W, I, N, H, T. Akhirnya, Yoel memilih huruf "W". Pertanyaan pun
diajukan: "Selain Ahmad Yani, siapa yang termasuk dalam 7 pahlawan
revolusi?" Selanjutnya, terpampang tiga pilihan, yaitu: A. MT Haryono; B.
Gatot Subroto; C. Selamet Riyadi. Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi pun
sempat mengomentari kuis tersebut melalui akun Twitter-nya, @BurhanMuhtadi.
"HaHaHa lucu banget :)" kicaunya. Begitu pula Leksa, melalui akun Twitter-nya,
@leksa. "Haha. Udh kampanye pake kuis, setingan pula. Eh ketahuan lagi :))"
Tak hanya Twitter, acara ini juga dibicarakan
di situs Kaskus. Seorang kaskuser dengan akun momod.palsu pun melontarkan
kritik terhadap kuis ini. "Baru bakal calon aja kampanye pembohongan
publik lagian ngebet amat sih mau jadi pemimpin negara mana yang punya tuh tipi
gonta-ganti partai lagi percuma ngabis-nagbisin duit buat kampanye ga bakal
kepilih loh." Kaskuser lainnya, valach, pun menimpalinya. "Dari awal
ane udah tau klo orientasi acara ini memang bukan kuis tp kampanye! awalnya aja
udah tipu2 apalagi ntar klo udah jadi." Begitu pula kaskuser berakun
SaintBuster. "Belum jadi presiden aja dah bikin acara yang nipu rakyat.
Gimana kalo dah jadi?" Saat ini, video Kuis Kebangsaan terkait telah
dihapus di Youtube. (N.N, 2013)
Menurut tulisan dari www.kpi.go.id
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melayangkan surat teguran
ke Metro TV dan TV One terkait pelanggaran atas perlindungan kepentingan publik
dan netralitas dalam isi program siaran jurnalistik pada pemberitaan tentang
pasangan Capres dan Wapres peserta Pilpres 2014 mendatang, Senin, 9 Juni 2014.
KPI menilai kedua jenis pelanggaran tersebut berdasarkan jumlah durasi, jumlah
frekuensi, dan tone (kecenderungan) pemberitaan untuk mengetahui implementasi
dari prinsip-prinsip program siaran jurnalistik, khususnya prinsip adil dan
berimbang pada obyek pemberitaan.
Ketua KPI Pusat Judharisawan, mengatakan ke
dua stasiun televisi telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran KPI Tahun 2012
Pasal 11 dan Pasal 22 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Standar Program
Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 40 huruf a dan Pasal 71 ayat (1),(2) dan (3). “Kami menemukan pelanggaran
di TV One pada tanggal 4 Juni 2014. Kami juga menemukan pelanggaran yang sama
pada tanggal 2 dan 3 Juni 2014. Sedangkan di Metro TV kami melihat pelanggaran
pada tanggal yang sama dengan TV One,” jelasnya. Menurut Judha, KPI Pusat telah
mengirimkan surat peringatan No.1225/K/KPI/05/14 pada tanggal 30 Mei 2014
kepada lembaga penyiaran termasuk TV One dan Metro TV agar memperhatikan
netralitas isi siaran yang telah diatur dalam Pasal 36 ayat (4) UU Penyiaran,
Pasal 14 ayat (4) PP 50 Tahun 2005 serta prinsip-prinsip jurnalistik yang telah
diatur dalam P3 dan SPS.
Selain itu, lanjut Judha, KPI dan Dewan Pers
pada tanggal 2 Juni 2014 telah mengirimkan pernyataan bersama tentang
independensi media penyiaran yang di dalamnya menyampaikan adanya temuan
indikasi pelanggaran prinsip-prinsip independensi dan kecenderungan
memanfaatkan berita untuk kepentingan kelompok tertentu di stasiun televisi. Dalam
kesempatan itu, Ketua KPI Pusat meminta kepada Metro TV dan TV One untuk tidak
melakukan pelanggaran kembali mengingat KPI telah melakukan berbagai upaya agar
seluruh lembaga penyiaran mematuhi peraturan perundang-undangan dan P3
dan SPS khususnya dalam hal menjaga perlindungan kepentingan publik dan
netralitas isi siaran. Ditegaskan juga dalam surat teguran ke kedua stasiun
televisi tersebut bahwa KPI Pusat akan merekomendasikan kepada Kementerian
Komunikasi dan Informatika untuk melakukan evaluasi atas Izin Penyelenggaraan
Penyiaran (IPP) masing-masing lembaga penyiaran jika ditemukan kembali
pelanggaran (RG, 2014).
Senada
dengan KPI, organisasi jurnalis lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mendesak
pemilik televisi untuk menggunakan frekuensi publik yang dipercayakan kepada
mereka secara adil. "Bagaimana TVOne melakukan pembelaan habis-habisan
kepada capres nomor satu Prabowo dan Metro TV kepada Jokowi nomor urut dua ini
yang paling keliatan head to head," kata Sekjen AJI
Suharjono."Frekuensi tersebut adalah milik publik yang dipercayakan kepada
pemilik lembaga televisi." "Kami mendesak ke KPI agar memberikan
peringatan yang sangat keras agar menindak televisi yang menggunakan frekuensi
publik untuk kampanye, untuk pembentukan opini, propaganda, dan mobilisasi
pendapat masyarakat." "Ini yang kami kutuk dan protes keras kepada
para pemilik televisi dan juga KPI," papar Suharjono. Menurut dia, dua
kubu yang sekarang maju dalam pilpres menggunakan televisi untuk penggalangan
opini secara masif. "Dalam 24 jam mereka terus menerus menyiarkan
calonnya, memberikan opini yang bagus kepada yang didukung dan jelek kepada
lawannya. "Ini membodohi masyarakat dan pemirsa, seakan-akan hanya calon
itu yang mereka anggap paling benar, paling layak dipilih," tambahnya. Masyarakat
seharusnya mendapat informasi yang sama atas dua calon sehingga pendidikan
politik bisa terjadi, kata dia. "Agar masyarakat bisa memilih mana loyang
dan mana emas."
Dian Paramita, warga Yogyakarta yang
juga ikut membuat petisi untuk TVOne, mengatakan di negara demokrasi,
penyebaran berita atau informasi sangat penting untuk kebutuhan masyarakat
dalam menentukan pilihan politiknya. Dalam prosesnya, masyarakat memiliki
kebebasan memperoleh berita atau informasi yang benar dan berhak menyampaikan pendapatnya.
Pihak media massa juga memilki kebebasan mencari dan menyebarkan berita atau
informasi. Namun, karena sebuah media massa memiliki pengaruh yang besar dalam
pembentukan pendapat, sikap, dan perilaku masyarakat, maka media massa wajib
bertanggung jawab dalam melaksanakan fungsinya sesuai peraturan undang-undang. “Akan
tetapi, sebagai media massa yang menyebarkan berita menggunakan frekuensi milik
rakyat, TVOne telah menyebarkan beberapa berita yang tak akurat dan cenderung
misleading,” katanya
Menurut
www.bbc.com
Berdasarkan data Komisi Penyiaran Indonesia, sepanjang periode 19-25 Mei saja,
Metro TV yang dimiliki oleh politisi Partai Nasdem Surya Paloh, menyiarkan 184
kali berita tentang pasangan capres nomor dua Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan
durasi total 3.577 detik. Sementara itu, berita tentang Prabowo-Hatta hanya
diputar 110 kali dengan durasi 14.561 detik. Sebaliknya pada periode yang sama
TVOne yang dimiliki oleh politisi Golkar Aburizal Bakrie menyiarkan 153 kali
pemberitaan tentang Prabowo-Hatta dengan durasi 36.561 detik. Pemberitaan
tengang Joko Widodo-Jusuf Kalla hanya ada 77 kali dengan durasi 10.731 detik.
Padahal sudah jelas tertulis di Hukum Penyiaran yaitu pada UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN, BAB XXV TENTANG
SIARAN PEMILIHAN UMUM DAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH. Pasal 35 ayat 1 yaitu Lembaga
penyiaran wajib menyediakan waktu yang cukup bagi peliputan Pemilihan Umum dan
Pemilihan Kepala Daerah, ayat 2 yaitu Lambaga penyiaran wajib bersikap adil dan
proporsional terhadap para peserta Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah,
ayat 3 yaitu Lembaga penyiaran dilarang bersikap partisan terhadap salah satu
peserta pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah, ayat 4 yaitu Lembaga
penyiaran dilarang menyiarkan program siaran yang dibiayai atau disponsori oleh
peserta pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah (Judhariksawan,2010 :209)
Dengan
melihat semua penjelasan dan contoh kasus yang saya paparkan, dapat dimenegerti
bahwa sebenarnya sudah ada dan jelasnya Lembaga yang bertujuan untuk mengatur
hukum penyiaran tersebut. Pada langkah praktiknya masih banyak stasiun televisi
yang melanggar, lantas apa yang menjadi penyebab hal tersebut masih saja
terjadi ? Berikut merupakan salah satu kutipan dari www.harianaceh.co
, Di tahun politik ini, banyak wartawan yang merasa terjebak antara mengikuti
titah redaksional yang cenderung partisan dan naluri sebagai wartawan
independen. Kebanyakan akhirnya memilih pragmatis, seperti yang disampaikan
seorang karyawan televisi yang tidak mau disebut namanya, "Kami bekerja
sebagai karyawan dan bukan wartawan." Mengomentari dilema antara
kepentingan politik pemilik dan idealisme wartawan yang setia dengan etika
jurnalistik, Imam Wahyudi dari Dewan Pers mengingatkan agar insan media merawat
kebebasan politik yang dinikmati sekarang. "Kebebasan pers bagi
teman-teman yang hidup di zaman Orde Baru tentunya merasakan sendiri kebebasan
pers ini harus kita jaga dan kita rawat, kalau hilang, maka kenikmatan yang
kita rasakan sekarang ini hanya kenangan belaka," kata Imam. Ia mengatakan
bahwa para pemilik media telah menandatangani Piagam Palembang empat tahun lalu
tentang kode etik standar jurnalistik dan standar kompetisi wartawan. Ia juga menegaskan adanya standar perlindungan profesi
wartawan yaitu pemilik atau manajemen media dilarang mendorong wartawannya
membuat berita yang melanggar kode etik jurnalistik atau melanggar hukum,
ketentuan ini sudah diratifikasi termasuk oleh pemilik TV yang ikut kontestasi
politik dalam rangka menjaga kemerdekaan pers.
Dengan melihat hal tersebut kita dapat menangkap bahwa peran
wartawan jaman sekarang cenderung lebih diatur oleh pemimpin mereka. Pekerjaan
yang seharusnya dilakukan oleh seorang wartawan bahkan menjadi hak dari
pimpinannya. Para wartawan yang bekerja tersebut tidak memiliki kekuatan untuk
melawan pimpinan mereka, karena pada dasarnya mereka membutuhkan pekerjaan
tersebut. Jika mereka tidak melakukan apa yang pimpinan mereka inginkan maka
sangat mungkin mereka akan kehilangan pekerjaan. Menjadi seorang komunikan
berita, kita harus menjadi komunikan yang aktif dan bijaksana dalam menanggapi
apa yang media beritakan. Pada dasarnya media massa seperti televisi memiliki
dampak yang besar/ efek komunikasi yang besar terhadap komunikannya. Yang
dimaksud efek Komunikasi adalah berbagai perubahan yang timbul pada diri
komunikan disebabkan terjadinya kegiatan komunikasi. Efek itu bisa berarti
penambahan pengetahuan, peningkatan pengetahuan, perubahan sikap, perubahan
tingkah laku, timbulnya kekacauan, prestise, peningkatan prestise, pemusatan
suatu hal atau masalah, pendapat publik, pendapat umum, dan sebagainya.
Komunikan sendiri yaitu orang yang menerima pesan (Pratikto, 1987 :27)
DAFTAR PUSTAKA
Mulyana Deddy. 2013. Komunikasi Politik. Bandung: Rosda
Cangara Hafied.1998. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Judhariksawan. 2010. Hukum Penyiaran. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Esvandi Dodi. 2013. Ramai di Twitter, Kuis Kebangsaan Win-HT di TV Ternyata Settingan http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2013/12/10/ramai-di-twitter-kuis-kebangsaan-win-ht-di-rcti-ternyata-setting-an?page=3
, diakses pada 9 Desember 2015.
RG. 2014. Pemberitaan Tidak Netral, KPI Pusat Tegur Metro TV dan TV One http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-terkini/38-dalam-negeri/32106-pemberitaan-tidak-netral-kpi-pusat-tegur-metro-tv-dan-tv-one
, diakses pada 9 Desember 2015.
Karana
Pinta. 2014. Pilpres 2014: Ketika media jadi corong propaganda
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/07/140702_lapsus_media_bias
, diakses pada 13 Desember 2015
Redaksi. 2014. Didukung Puluhan
Ribu Orang, Petisi Cabut Izin TVOne Teuku Kemal Pasya http://www.harianaceh.co/read/2014/07/13/33564/didukung-puluhan-ribu-orang-petisi-cabut-izin-tvone-teuku-kemal-pasya
, diakses pada 13 Desember 2015
Pratiwi
Hyashinta. 2013. Kekuatan dan Kelemahan Televisi
http://www.kompasiana.com/hyashintaonen/kekuatan-dan-kelemahan-televisi_552e199c6ea83414398b45ed , diakses pada 13 Desember 2015
http://www.kompasiana.com/hyashintaonen/kekuatan-dan-kelemahan-televisi_552e199c6ea83414398b45ed , diakses pada 13 Desember 2015